Melihat Relasi Rumit yang Disederhanakan dari 'Lemantun'


"Kalau yang jauh mengirim sedikit, teraba banyak. 
Sedangkan yang dekat memberi paling banyak, terlihat paling sedikit. 
Tapi yang terpenting itu, ya, tetap memberi seberapa pun, sebisanya." 
-ibunda saya tercinta 

Cukupkah jika hanya memberi, seberapa pun, sebisanya? Seorang Ibu dalam film pendek berjudul 'Lemantun' memberikan warisan berupa lemari kepada lima anaknya. Secara umum, lemari tidak dianggap benda berharga. Meski demikian, Ibu tetap mewariskan lemari-lemarinya. Ibu pun bertitah bahwa lemari tersebut harus keluar hari itu juga, dan memberi denda 100.000/hari jika lemari itu masih belum dibawa pergi. Dari sinilah konflik mulai muncul. Tri kebingungan, akan dibawa ke mana lemari miliknya? 

Relasi kuasa dalam keluarga

Adegan pembuka film ini serasa sederhana namun cukup menjelaskan dengan gamblang mengenai relasi kuasa yang terjalin di antara lima orang anak: Eko, Dwi, Tri, Yun, dan Anto. Penggambaran bahwa Tri merupakan sosok inferior diperlihatkan melalui posisi duduknya yang lebih rendah dibandingkan lainnya. Selain itu, Tri berbicara lebih pelan serta terkesan sungkan, sedangkan keempat saudaranya lebih lantang. 

Mengapa relasi kuasa yang timpang tersebut bisa terjalin? Tri dianggap menyusahkan karena masih bergantung dan tinggal dengan ibunya. Keempat saudaranya sukses secara materiel serta berpendidikan tinggi. Tri tidak memiliki semua itu, ia berprofesi sebagai penjual bensin. Peran Tri di masyarakat yang dianggap kurang signifikan membuat sosoknya semakin inferior. Ketika adegan di dapur memunculkan suara Ibu terjatuh di kamar mandi muncul, peran Tri menjadi signifikan dan superior. Pada saat inilah, penonton mulai menyadari bahwa keempat saudara lainnya tidak akan sukses tanpa pengorbanan Tri menjaga Ibunya. Tri merupakan sosok yang memberi paling banyak tapi terlihat paling sedikit. 

Sinematografi dan simbolisme yang ciamik

Film ini tidak akan terasa penuh jika bukan karena sinematografi yang pas. Medium shot mendominasi, sedangkan close up diletakkan pada bagian yang tepat sehingga detail informasi tidak berlebihan. Simbol-simbol disematkan dengan luwes. Bagian favorit saya yaitu adegan keempat kendaraan pengangkut lemari pergi meninggalkan rumah secara berurutan. Adegan ini dengan cerdas menyimbolkan kesuksesan keempat anak yang meninggalkan rumah. Meski cukup terduga, 'Lemantun' membuat penutup yang baik. Lemari Tri disorot pada bagian akhir berisi bensin jualannya, berlatar belakang Tri yang merawat ibunya. Melalui simbol tersebut, Tri menjadi sosok yang paling bisa memanfaatkan lemari warisan dari ibu. 

Pertanyaan mengganjal

'Lemantun' berhasil menyederhanakan relasi yang rumit melalui adegan-adegannya. Banyak tawa dan obrolan ringan dimunculkan padahal bermakna dalam nan tajam. Namun, jejak-jejak pertanyaan rumit yang mengganjal tetap muncul setelah menonton film ini. Sebenarnya, relasi orang tua dan anak yang ideal itu seperti apa, sih? Tri muncul sebagai sosok yang seolah menjadi tumbal untuk kesuksesan keempat saudaranya. Padahal, bisa saja Tri memang menginginkannya. Dan itulah makna kebebasan baginya: bisa memilih ingin hidup bagaimana. Atau barangkali, Tri hanya menjalani hidup seperti  arus sungai yang mengalir? 

Segunung pertanyaan-pertanyaan tersebut pun akhirnya menghantarkan saya untuk sepakat dengan ibunda saya dan pernyataannya di pembuka tulisan ini; bahwa yang terpenting itu, ya, tetap memberi seberapa pun, sebisanya. Itu cukup. Tidak pernah ada ukuran pasti tentang banyak-sedikit. Dari 'Lemantun', kesadaran muncul tentang banyaknya  jenis peran yang bisa dipilih dalam lingkungan keluarga. Peran mana pun, memiliki porsi dan signifikansi masing-masing, yang tentu saja, saling melengkapi. 



Komentar