'Telinga' Sapardi 38 Tahun Silam



Pada suatu hari aku mengunjungi puisi Sapardi, dan hari itu kucatat sebagai hari tersedih dalam hidup ini (tapi sekarang kucoret karena tidak valid lagi, ternyata banyak hari yang lebih sedih). Aku menjajaki deretan toko bunga untuk memilih pun memilah jenis apa yang akan kuletakkan di kamarmu, sambil menyeka ingus karena baru saja menangis. 

Sepulang meletakkan 3 tangkai anggrek ungu dalam botol bekas bir berisi air, kumerangkak ke lantai 3 rumah indekosku, sambil membawa segelas kopi untuk berunding dengan diri sendiri: "Haruskah aku lompat? Langsung mati nggak, nih, kalau lompat dari sini? Kayaknya patah tulang aja, duh, malah merepotkan tuh. Butuh keberuntungan biar bisa langsung mati kalau lompatnya cuma sependek ini." 

Kuputuskan untuk turun baik-baik menuju kamarku lalu mandi sore. Seusai itu, kuambil gambar foto mukaku sendiri menggunakan kamera depan ponsel. 
"Pak Sapardi! Lihat, lihat! Rambutku cantik sekali, lho, ini. 
Oh, ngomong-ngomong, 
bagaimana rasanya
menyelamatkan jiwaku
hanya melalui sepotong 'Telinga' di tahun 1982?"

*foto milik pribadi


Komentar